Tingkat Pertama

Standar Operasional Prosedur Penerimaan Perkara

 

PROSEDUR BERPERKARA DI PA KOTA CIMAHI

 

Pertama :
Pemohon / Penggugat datang menghadap ke Pengadilan Agama dengan membawa surat gugatan atau permohonan. 

Kedua :
Pemohon / Penggugat menghadap petugas Meja I dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan, 5 (lima) rangkap.

Ketiga :
Petugas Meja I (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada pasal 182 ayat (1) HIR atau pasal 90 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor : 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. 

Catatan :

  • Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat.
  • Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal 237 – 245 HIR.
  • Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo. Perkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau pemohon untuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.

Keempat :
Petugas Meja I menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada Pemohon / Penggugat disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) rangkap 3 (tiga).  

 Kelima :

Pemohon / Penggugat menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Keenam :

Pemegang kas menandatangani Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), membubuhkan nomor urut perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan dalam surat gugatan atau permohonan.


Ketujuh :

Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada Pemohon / Penggugat sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.

 Kedelapan :

Pemohon / Penggugat datang ke loket layanan bank dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian Pemohon / Penggugat menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut kepada teller Bank.


 Kesembilan :

Setelah Pemohon / Penggugat menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank, Pemohon / Penggugat menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan  Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.

 Kesepuluh :

Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada Pemohon / Penggugat. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.

Kesebelas :

Pemohon / Penggugat menyerahkan kepada petugas Meja II surat gugatan atau permohonan  serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Keduabelas :

Petugas Meja II mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.


Ketigabelas :

Petugas Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.


PENDAFTARAN SELESAI

Pihak/pihak-pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya (PHS).

VERZET

Verzet adalah Perlawanan Tergugat atas Putusan yang dijatuhkan secara Verstek.

Tenggang Waktu untuk mengajukan Verzet / Perlawanan :

  1. dalam waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan (pasal 129 (2) HIR
  2. Sampai hari ke 8 setelah teguran seperti dimaksud Pasal 196 HIR ; apabila yang ditegur itu datang menghadap
  3. Kalau tidak datang waktu ditegur sampai hari ke 8 setelah eksekutarial (pasal 129 HIR). (Retno Wulan SH. hal 26).



Perlawanan terhadap Verstek, bukan perkara baru
Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula. Oleh karena itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru, tetapi tiada lain merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan, dengan alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru dan tidak benar. Putusan MA No. 494K/Pdt/1983 mengatakan dalam proses verzet atas verstek, pelawan tetap berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai Penggugat(Yahya Harahap,Hukum acara Perdata, hal 407).


Pemeriksaan Perlawanan (Verzet)

  1. Pemeriksaan berdasarkan gugatan semula.


Dalam Putusan MA No. 938K/Pdt/1986, terdapat pertimbangan sebagai berikut : 

Substansi verzet terhadap putusan verstek, harus ditujukan kepada isi pertimbangan putusan dan dalil gugatan terlawan / penggugat asal.
Verzet yang hanya mempermasalahkan alasan ketidakhadiran pelawan/tergugat asal menghadiri persidangan, tidak relevan, karena forum untuk memperdebatkan masalah itu sudah dilampaui.
Putusan verzet yang hanya mempertimbangkan masalah sah atau tidak ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan sidang adalah keliru. Sekiranya pelawan hanya mengajukan alasan verzet tentang masalah keabsahan atas ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan, PN yang memeriksa verzet harus memeriksa kembali gugatan semula, karena dengan adanya verzet, putusan verstek mentah kembali, dan perkara harus diperiksa sejak semula. 

  1. Surat Perlawanan sebagai jawaban tergugat terhadap dalil gugatan.


Berdasarkan Pasal 129 ayat (3) HIR, perlawanan diajukan dan diperiksa dengan acara biasa yang berlaku untuk acara perdata. Dengan begitu, kedudukan pelawan sama dengan tergugat. Berarti surat perlawanan yang diajukan dan disampaikan kepada PN, pada hakikatnya sama dengan surat jawaban yang digariskan Pasal 121 ayat (2) HIR. Kualitas surat perlawanan sebagai jawaban dalam proses verzet dianggap sebagai jawaban pada sidang pertama. (Yahya Harahap,Hukum acara Perdata, hal 409 - 410).